Renungan Harian
Rabu, 22 Juni 2016
Rasa takut yang ada pada orang-orang percaya adalah sikap hormat kepada Allah hingga berdampak kepada cara hidup kita. Inilah faktor utama yang memotivasi kita berserah diri pada sang Pencipta alam semesta, dan dasar untuk mengikuti jalan-Nya, melayani Dia, dan terutama mengasihi Dia. Ibrani 12:28-29 adalah gambaran yang baik untuk hal ini. “Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.” Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan. Takut akan Allah adalah takut kepada penghakiman Allah dan kematian kekal, yang merupakan pemisahan untuk selama-lamanya dari Allah (Lukas 12:5; Ibrani 10:31)
Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.
Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.
Ibrani 12:28-29
Takut akan Tuhan menekankan peranan kasih yang berasal dari “hati” seperti tertulis dalam Ulangan 4:29 dan Ulangan 6:5. Allah tidak ingin umat-Nya menggantikan kasih mereka dengan upacara-upacara agama yang formal belaka (baca: Markus 7:6). Senantiasa menaati Allah dengan hati yang sungguh-sungguh mengasihi dan menghormati Dia dalam hubungan orang percaya dengan Allah yang ujiannya seperti tertulis dalam Yohanes 21:15 dan Kolose 3:14.
Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.
Markus 7:6
Memang bisa kita saja membaca Alkitab, berdoa, hadir di gereja, dan ambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Namun tanpa pengabdian sepenuh hati kepada Allah ini adalah legalis. Kekristenan tidak berdasarkan legalitas dan bukan legalistis. Kita mengasihi dan taat kepada Allah dengan segenap hati dan segenapjiwa sama seperti Yesus.
Amin!