Renungan Harian
Selasa, 19 April 2016
Mengapa ada orang yang mampu bertahan dalam kesalahan dan kejahatan padahal sudah beragama, dan sadar itu salah? Bahkan masih ada di antara warga HKBP yang berkata: “Mardomu di tano rara!” (Harfiah: Bertemu di tanah merah.) Maksudnya, tidak mau berdamai dengan musuh atau lawannya sampai mati. Lebih mengerikan lagi, pernah ada ucapan seorang warga jemaat, apabila kelak di sorga dia melihat orang yang dibencinya, lebih baik ia tidak usah ke sorga. Bayangkan!!!
Begitulah kerasnya hati manusia yang tidak mau disentuh kasih Kristus. Kuasa kekafiran sangat kuat memenjarakan jiwanya. Ada yang telah disumpahkan oleh nenek moyang kepada “Mula Jadi Na Bolon”, sehingga ada kelompok Marga tertentu “tidak berani” berdamai, karena pasti akan ada bala yang terjadi. Ada juga yang telah ditanamkan ke dalam tubuh melalui makanan maupun mantera atau jampi-jampi. Ada juga karena selalu dikatakan berulang kali peringatan oleh orang-orang di lingkungannya.
Itulah antara lain contoh ikatan dosa yang masih berkuasa. Tapi bisa tidak merasa bersalah, dan tidak menganggap itu sebagai dosa. Yang lebih celaka lagi, kekristenan dianggap hanya “agama” pajangan belas-kasih dan kemurahan Allah yang boleh pilih sendiri seperti belanja di Pasar Swalayan. Dosa itu hanya “barang kecil” tak berharga yang tidak perlu diperhitungkan. Akhirnya anugerah kasih Yesus tidak pernah sungguh-sungguh mendamaikannya dengan Allah. Baginya cukuplah ia sendiri rajin beribadah ke gereja dan berbuat baik. Tuhan tidak usah ikut campur dalam urusan pribadinya. Sungguhkah?