Renungan Harian
Selasa, 29 Maret 2016
Yesus menyampaikan tegoran kepada para Imam dan tua-tua bangsa Yahudi di Bait Allah dengan cerita tentang dua orang anak dalam satu keluarga. Mereka berdua disuruh oleh Ayahnya untuk bekerja di kebun anggur, namun keduanya memberikan jawaban yang berbeda. Yang seorang menyatakan kesediaannya, namun entah bagaimana tidak melakukannya. Yang satunya menyatakan tidak bersedia, namun entah bagaimana justru ia kemudian pergi melaksanakan perintah Ayahnya. Masing-masing mereka berubah pikiran.
Itu adalah realita kemanusiaan kita semua. Selaku manusia, kita pasti dan harus berpikir. Sepanjang hidup kita tidak pernah berhenti berpikir. Pikiran kita begitu bebasnya, bahkan bisa jadi tidak dapat diprediksi. Itu disebut dengan Neuroplasticity, bahwa otak manusia terus berubah baik struktur maupun fungsinya, tergantung dari pengalaman tiap orang. Itulah yang menyebabkan perilaku manusia
cenderung terus berubah.
Tuhanlah yang mengaruniakan kepada kita otak dengan syaraf-syaraf yang sangat luar biasa kompleks, bekerja membentuk kepribadian setiap kita. Satu pun tidak ada yang sama. Penyebabnya adalah berbagai kontak internal maupun eksternal diri masing-masing. Semua perilaku dan sikap mau pun persepsi kita dibentuk dan diatur oleh otak yang mendapat rangsangan dari syaraf-syaraf berpikir yang sangat kompleks tersebut.
Oleh dirinya sendiri, dampak dari lingkungan hidupnya, kepribadian manusia itu bisa menjadi “apa saja” dan bahkan bisa menjadi lebih jahat dari setan. Karena itulah kita harus membiasakan diri dan melatih syaraf otak kita sesuai dengan yang kita harapkan akan menjadi apa dan bagaimana kepribadian kita.
Pada dasarnya Allah telah menjadikan kita ciptaanNya yang paling mulia bahkan lebih mulia dari malaikat.
Amin!