Renungan Harian
Selasa, 8 Maret 2016
Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa TUHAN, Allah yang kita sembah dan kenal di dalam Yesus Kristus, adalah Allah yang mempunyai kepribadian seperti kita. Sebagaimana kita manusia mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan kehendak bebas, juga “harga diri”, Tuhan Allah kita juga seperti itu. Itulah sebabnya kita manusia disebut sebagai citra Allah yang diciptakan-Nya menyerupai diri-Nya sendiri. Namun bedanya, Tuhan tidak bisa diperintah. Lagi pula siapa yang memerintah Tuhan? Sebab Dia adalah Allah, bukan manusia atau makhluk. Sebaliknya dengan kita, karena kita adalah makhluk ciptaan-Nya, Allah berkuasa atas kita dan harus tunduk pada perintah-Nya. Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah kita mau diperintah Tuhan, atau tidak?
Ketika Musa ragu-ragu atas panggilan dan perintah Tuhan memimpin bangsa Israel melanjutkan perjalanan di padang gurun, ia meminta kepastian dari Tuhan agar tidak lagi mengalami hal yang sama ketika Tuhan murka bermaksud hendak membinasakan umat Israel seperti saat umat Israel menyembah patung anak lembu emas. Musa sendiri membujuk Allah untuk tidak membinasakan mereka. Namun ia sendiri justru yang marah kepada mereka. Atas tuntutan Musa meminta jaminan kepada Allah, Allah merasa Musa hendak mengatur atau menganggap telah berjasa melepaskan umat Israel dari murka-Nya.
Karena itulah Tuhan dengan tegas mengatakan kepada Musa seperti dalam nats tersebut. Sesungguhnya apa pun yang telah dilakukan tidak layak menjadi alasan untuk menuntut apalagi mengatur atau memerintah Tuhan. Tuhan hanya bisa “dipengaruhi” oleh bujukan orang yang rendah hati memohon pengampunan. Tetapi Tuhan tidak dapat diperdamaikan dengan kecongkakan atau jasa dan amal baik manusia.
Amin!