Renungan Harian
Sabtu, 27 Februari 2016
Menganggap diri bijaksana boleh-boleh saja. Namun celakalah mereka yang menganggap dirinya bijaksana, padahal sesungguhnya adalah bodoh dan bebal. Menganggap diri pintar juga boleh-boleh saja. Namun celakalah mereka yang menganggap diri pintar, bila kedapatan sesungguhnya adalah bodoh bahkan tolol. Memalukan bukan?
Bijaksana dan pintar memang merupakan dua elemen penting dalam kehidupan kita sebagai manusia. Namun, sejatinya bijaksana dan pintar harus menjadi satu kesatuan sebagai modal dasar yang sejatinya dimiliki oleh manusia. Bijaksana tapi tolol akan menjadikan seseorang menjadi bahan tertawaan, tetapi pintar namun tak berhikmat akan memperlakukan manusia menjadi robot atau bahkan seperti binatang. Bijaksana dan pintar, keduanya inilah yang menjadikan manusia menjadi cerdas.
Saudaraku! Orang pintar tidak otomatis menjadi orang yang bijaksana. Daya intelektual seseorang haruslah ditopang oleh faktor penting lain yang menjadikannya bijaksana. Misalnya kemampuan untuk mengelola emosi, akal sehat, wawasan yang luas serta afeksi yang operasional. Kebijaksanaan itu bersumber dari Tuhan. Karena itu, orang yang berhikmat atau bijaksana, merekalah yang dapat mengelola kepintaran secara manusiawi dan berdaya guna untuk semua orang. Maka, raihlah kepintaran itu sedalam-dalamnya seraya mengelola kepintaran itu dengan bijaksana melalui kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Merekalah yang cakap dan mampu dengan rendah hati mempergunakan kepintaran itu untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Orang bijaksana, akan mempergunakan kepintaran seturut dengan kehendak Tuhan. Janganlah berlagak bijaksana dan pintar, tetapi benar-benarlah bijaksana dan pintar. Amin!