Renungan Harian
Selasa, 19 Januari 2016
Globalisasi dan modernisasi memprovokasi manusia berpaling dari Allah. Gaya hidup adalah bentuk paling populer yang mengancam persahabatan manusia dengan Allah. Provokasi itu begitu lembut dan halus memasuki pikiran dan perasaan kita. Misalnya, seseorang merasa tidak bisa lepas dari HP. Tidak nyaman tanpa memakai asesori (perhiasan) kesayangannya. Selalu mengingini model-model pakaian dan berbagai perlengkapan teknologi. Penampilan selalu trendi. Kenikmatan menjadi tujuan hidup. Uang adalah segala-galanya. Keberadaan manusia tergantung kepada benda-benda ciptaannya sendiri dan dengan sangat gampang merasionalisasi segala-galanya. Tiada kesabaran dan ketaatan akan nasehat pemimpin atau Orangtua. Kesetiaan akan janji dan ketepatan akan kata-kata menjadi barang langka dan hanya lips setvis (penghias bibir) belaka. Secara halus, posisi Allah menjadi tergeser. Manusia memberhalakan keinginan hatinya dan mengutamakan pementingan diri sekaligus mengabaikan kepentingan Tuhan atas hidupnya.
Firman Tuhan ini menuntut kita agar cerdas mencermati dan mengenali bentuk provokasi dan intimidasi yang sudah menjadi bagian dari keseharian hidup kita. Kepatuhan pada perintah Allah hanya mungkin terjadi bagi orang yang cerdas dan cermat memahami situasi kondisi yang melingkupinya. Orang yang setia kepada Allah hanyalah orang yang dalam dirinya menyala api iman yang selalu menebarkan kebaikan, kesetiakawanan (solider), kasih, pengharapan dan kesederhanaan. Kesetiaan kepada Tuhan adalah jalan lurus menentang segala bentuk provokasi dan intimidasi sekular yang penuh janji-janji muluk.
Saudara-saudaraku yang kekasih dalam Kristus Yesus, inilah saatnya kita menjadi manusia baru dan selalu diperbaharui. Hanya Injil Kristus saja yang dapat melakukannya dan menghantarkan kita kepada hidup yang kekal, dan mendampingi kita menghayati hidup dalam kesederhanaan. Amin.